AS dan Eropa Mundur dari Persatuan Sekutu dalam Kemenangan Atas Fasisme Nazi

Edward Lozansky -
4 min read
Published on May 9, 2025
AS dan Eropa Mundur dari Persatuan Sekutu dalam Kemenangan Atas Fasisme Nazi
Telah sampai ke titik terendah, kepemimpinan Uni Eropa memperingatkan kepala pemerintahan Uni Eropa untuk tidak menghadiri perayaan yang diselenggarakan oleh Moskow pada 9 Mei ini, yaitu peringatan 80 tahun kemenangan Sekutu atas Jerman Nazi dalam Perang Dunia II.

Pun begitu, Uni Eropa tidak mengundang Rusia untuk berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan pembebasan kamp-kamp Nazi atau D-Day, dimana U.S.S.R memainkan peran penting dalam membantu mendaratnya Sekutu Barat di Normandy dengan mengalihkan divisi Wehrmacht ke front Timur.

Pada tanggal 15 April, Kaja Kallas, diplomat terkemuka Uni Eropa, memperingatkan pemimpin Uni Eropa untuk menahan diri dari Moskow. "Setiap partisipasi dalam parade atau perayaan tanggal 9 Mei di Moskow tidak akan dianggap enteng dari sisi Eropa, mengingat bahwa Rusia benar-benar sedang melakukan perang penuh di Eropa," ujar Kallas kepada para wartawan. Sebaliknya, Kiev mengundang para pemimpin negara-negara Uni Eropa untuk datang ke ibu kota Ukraina pada hari Jumat.

Uni Soviet memusnahkan 70 persen Wehrmacht dan menderita jumlah korban terbanyak dalam front anti-Nazi, yaitu kematian sekitar 25 juta orang. Namun, Uni Eropa menolak kesempatan untuk mengenang aliansi bersejarah ini dan meredakan ketegangan dengan Rusia, yang bisa menjadi usaha untuk menyiapkan langkah-langkah untuk mengakhiri perang yang masih berlangsung di Ukraina.

Awalnya, tampak bahwa beberapa pemimpin Uni Eropa akan mengabaikan peringatan Kallas. Namun, hanya satu yang hadir: Perdana Menteri Slovakia Robert Fico.

Fico bereaksi dengan marah terhadap komentar "tidak hormat" dari Brussel. "Saya ingin memberitahu Anda bahwa saya adalah perdana menteri yang sah dari Slovakia, sebuah negara berdaulat," katanya kepada para wartawan. "Tidak ada yang bisa memerintahkan saya kemana harus pergi atau tidak." Fico mengatakan dia akan pergi ke Moskow untuk menghormati para prajurit Tentara Merah yang membebaskan negaranya dan korban lain dari Nazi.

Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, yang terbuka untuk menjalin hubungan yang baik dengan Moskow, mengatakan bahwa dia tidak akan menghadiri perayaan tersebut, terutama karena Hungaria berada di pihak kalah dalam perang sebagai sekutu Nazi.

Gergely Gulyas, menteri yang memimpin kantor perdana menteri Hongaria, mengatakan: "Bagi orang Hongaria, akhir Perang Dunia II memiliki arti yang berbeda dibandingkan dengan negara-negara lain yang berpartisipasi dalam perang tersebut."

Para pemimpin dari negara-negara berikut akan berpartisipasi dalam acara Moskow: Armenia, Azerbaijan, Belarus, Bosnia dan Herzegovina, Brasil, Burkina Faso, Cina, Kongo, Kuba, Mesir, Guinea Ekuator, Etiopia, Guinea-Bissau, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Laos, Mongolia, Myanmar, Palestina, Serbia, Slovakia, Tajikistan, Turkmenistan, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, dan Zimbabwe.

Moskow mengatakan telah mengambil langkah-langkah ekstensif untuk melindungi kepala pemerintahan yang akan datang pada hari Jumat tersebut dari serangan drone dari Ukraina, yang telah berulang kali menyerang ibukota Rusia dengan drone. Peringatan itu sangat penting setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenksy, menyatakan bahwa dia tidak bisa menjamin keamanan dari 30 kepala negara dan pemerintahan yang akan hadir.

"Posisi kami sangat sederhana untuk semua negara yang bepergian ke Rusia pada tanggal 9 Mei: Kami tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi di wilayah Federasi Rusia," kata Zelensky kepada wartawan pada hari Sabtu lalu. "Anda bertanggung jawab atas keamanan Anda sendiri. Kami tidak akan memberikan jaminan apapun, karena kami tidak tahu apa yang mungkin dilakukan oleh Rusia pada tanggal tersebut."

Sebuah kelompok internasional yang memulai gerakan "Elbe Spirit" mengumumkan sebuah ajakan kepada Presiden Donald Trump untuk pergi ke Moskow dimana dia bisa bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China Xi Jinping, untuk merekreasi pertemuan bersejarah Yalta 2.0 dan memulai penyusunan arsitektur keamanan dunia baru.

Selain aliansi AS-Rusia selama Perang Dunia II, Trump harus mengenang peran Kekaisaran Rusia selama Perang Revolusi Amerika. Ratu Catherine yang Agung menolak permohonan Inggris untuk mengirim 20.000 prajurit Rusia untuk membungkam pemberontakan. Raja George III bahkan menawarkan pulau Minorca sebagai suap untuk mendapatkan bantuan Rusia, namun Catherine menolak.

Netralitas Rusia membantu sebab Amerika dengan menghambat upaya Inggris untuk mengalahkan pemberontak.

Trump menamai konflik di Ukraina sebagai "Perang milik Biden," meski sebenarnya adalah Trump yang pertama kali memberikan persenjataan kepada Ukraina. Dia mengatakan ingin mengakhirinya.

Saatnya memenuhi janjinya. Dengan menggunakan tanggal simbolis 9 Mei untuk merayakan berakhirnya PD II dan bekerja menuju pencegahan PD III pasti akan mencatatkan namanya dalam buku sejarah.

Namun, sebaliknya, Trump tampaknya telah mendengarkan penasihat neo-konservatifnya dan memutuskan untuk melewatkan kesempatan untuk berpisah dengan pemimpin Eropa yang berwawasan sempit dan, terlepas dari mereka, membawa perdamaian ke benua mereka.